Kabupaten TEMANGGUNG
Profil | Sejarah | Arti Logo | Nilai BudayaProfil
Nama Resmi | : | Kabupaten Temanggung |
Ibukota | : | Temanggung |
Provinsi | : | JAWA TENGAH |
Batas Wilayah | : | Utara : Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang Timur : Kabupaten Semarang dan Kabupaten Magelang Selatan : Kabupaten Magelang Barat : Kabupaten Wonosobo |
Luas Wilayah | : | 837,71 Km² |
Jumlah Penduduk | : | 760.970 Jiwa |
Wilayah Administrasi | : | Kecamatan: 20, Kelurahan: 23, Desa: 266 |
Website | : | http://www.temanggungkab.go.id |
(Permendagri No.66 Tahun 2011)
Sejarah
Menelusuri Sejarah Rakai Pikatan dan Munculnya Nama Temanggung
Sejarah Temanggung selalu dikaitkan dengan raja Mataram Kuno yang bernama Rakai Pikatan. Nama Pikatan sendiri dipakai untuk menyebutkan suatu wilayah yang berada pada sumber mata air di desa Mudal Kecamatan Temanggung. Disini terdapat peninggalan berupa reruntuhan batu-bebatuan kuno yang diyakini petilasan raja Rakai Pikatan. Sejarah Temanggung mulai tercatat pada Prasasti Wanua Tengah III Tahun 908 Masehi yang ditemukan penduduk dusun Dunglo Desa Gandulan Kecamatan Kaloran Temanggung pada bulan November 1983. Prasasti itu menggambarkan bahwa Temanggung semula berupa wilayah kademangan yang gemah ripah loh jinawi dimana salah satu wilayahnya yaitu Pikatan. Disini didirikan Bihara agama Hindu oleh adik raja Mataram Kuno Rahyangta I Hara, sedang rajanya adalah Rahyangta Rimdang (Raja Sanjaya) yang naik tahta pada tahun 717 M (Prasasti Mantyasih). Oleh pewaris tahta yaitu Rake Panangkaran yang naik tahta pada tanggal 27 November 746 M, Bihara Pikatan memperoleh bengkok di Sawah Sima. Jika dikaitkan dengan prasasti Gondosuli ada gambaran jelas bahwa dari Kecamatan Temanggung memanjang ke barat sampai kecamatan Bulu dan seterusnya adalah adalah wilayah yang subur dan tenteram (ditandai tempat Bihara Pikatan).
Pengganti raja Sanjaya adalah Rakai Panangkaran yang naik tahta pada tanggal 27 November 746 M dan bertahta selama kurang lebih 38 tahun. Dalam legenda Angling Dharma, keratin diperkirakan berada di daerah Kedu (Desa Bojonegoro). Di desa ini ditemukan peninggalan berupa reruntuhan. Di wilayah Kedu juga ditemukan desa Kademangan. Pengganti Rakai Panangkaran adalah Rakai Panunggalan yang naik tahta pada tanggal 1 april 784 dan berakhir pada tanggal 28 Maret 803. Rakai Panunggalan bertahta di Panaraban yang sekarang merupakan wilayah Parakan . Disini ditemukan juga kademangan dan abu jenasah di Pakurejo daerah Bulu. Selanjutnya Rakai Panunggalan digantikan oleh Rakai Warak yang diperkirakan tinggal di Tembarak. Disini ditemukan reruntuhan di sekitar Masjid Menggoro dan reruntuhan Candi dan juga terdapat Desa Kademangan. Pengganti Rakai warak adalah Rakai Garung yang bertahta pada tanggal 24 januari 828 sampai dengan 22 Pebruari 847. Raja ini ahli dalam bangunan candid an ilmu falak (perbintangan). Dia membuat pranata mangsa yang sampai sekarang masih digunakan. Karena kepandaiannya sehingga Raja Sriwijaya ingin menggunakannya untuk membuat candi. Namun Rakai Garung tidak mau walau diancam. Kemudian Rakai Garung diganti Rakai Pikatan yang bermukim di Temanggung. Disini ditemukan Prasasti Tlasri dan Wanua Tengah III. Disamping itu banyak reruntuhan benda kuno seperti Lumpang Joni dan arca-arca yang tersebar di daerah Temanggung. Disini pun terdapat desa Demangan.
Dari buku sejarah karangan I Wayan badrika disebutkan bahwa Rakai Pikatan selaku raja Mataram Kuno berkeinginan menguasai wilayah Jawa Tengah. Namun untuk merebut kekuasaan dari raja Bala Putra Dewa selaku penguasa kerajaan Syailendra tidak berani. Maka untuk mencapai maksud tersebut Rakai Pikatan membuat strategi dengan mengawini Dyah Pramudha Wardani kakak raja Bala Putra Dewa dengan tujuan untuk memiliki pengaruh kuat di kerajaan Syailendra. Selain itu Rakai Pikatan juga menghimpun kekuatan yang ada di wilayahnya baik para prajurit dan senapati serta menghimpun biaya yang berasal dari upeti para demang. Pada saat itu yang diberi kepercayaan untuk mengumpulkan upeti adalah Demang Gong yang paling luas wilayahnya. Rakai Pikatan menghimpun bala tentara dan berangkat ke kerajaan syailendra pada tanggal 27 Mei 855 Masehi untuk melakukan penyerangan. Dalam penyerangan ini Rakai Pikatan dibantu Kayu Wangi dan menyerahkan wilayah kerajaan kepada orang kepercayaan yang berpangkat demang. Dari nama demang dan wilayah kademangan kemudian muncul nama Ndemanggung yang akhirnya berubah menjadi nama Temanggung.
Catatan sejarah Temanggung berasal dari :
- Prasasti Wanua Tengah III, Berkala arkeologi tahun 1994 halaman 87 bahwa Rakai Pikatan dinyatakan meninggal dunia pada tanggal 27 Mei 855 M.
- Prasasti Siwagrha terjemahan Casparis (1956 - 288), pada tahun 856 M Rakai Pikatan mengundurkan diri.
- Prasasti Nalanda tahun 860 (Casparis 1956, 289 - 294), Balaputra dewa dikalahkan perang oleh Rakai Pikatan dan Kayu Wangi.
- Prasasti Wanua Tengah III, Berkala Aekeologi Tahun 1994 halaman 89, Rakai Kayu Wangi naik tahta tanggal 27 Mei 855 M.
- Dalam buku karangan I Wayan Badrika halaman 154, Pramudya Wardani kawin dengan Rakai Pikatan dan naik tahta tahun 856 M. Balaputra Dewa dikalahkan oleh Pramudha wardani dibantu Rakai Pikatan (Prasasti Ratu Boko) tahun 856 M.
Catatan diatas dapat disimpulkan bahwa Rakai Pikatan mengangkat putranya Kayu Wangi. Selanjutnya mengundurkan diri dan meninggalkan Mataram untuk kawin dengan Pramudha Wardani. Dalam peperangan melawan Balaputra Dewa, Rakai Pikatan dibantu putranya Kayu Wangi.
Riwayat Singkat Hari Jadi Kabupaten Temanggung
Berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda, Nomor 11 Tanggal 7 April 1826, Raden Ngabehi Djojonegoro ditetapkan sebagai Bupati Menoreh yang berkedudukan di Parakan, dengan gelar Raden Tumenggung Aria Djojonegoro. Setelah perang Diponegoro berakhir, beliau kemudian memindahkan Ibu Kota ke Kabupaten Temanggung. Kebijaksanaan pemindahan ini didasarkan pada beberapa hal; Pertama, adanya pandangan masyarakat Jawa kebanyakan pada sat itu, bahwa Ibu Kota yang pernah diserang dan diduduki musuh dianggap telah ternoda dan perlu ditinggalkan. Kedua, Distrik Menoreh sebuah daerah sebagai asal nama Kabupaten Menoreh, sudah sejak lama digabung dengan Kabupaten Magelang, sehingga nama Kabupaten Menoreh sudah tidak tepat lagi. Mengingat hal tersebut, atas dasar usulan Raden Tumenggung Aria Djojonegoro, lewat esiden Kedu kepada Pemerintah Hindia Belanda di Batavia, maka disetujui dan ditetapkan bahwa nama Kabupaten Menoreh berubah menjadi Kabupaten Temanggung. Persetujuan ini berbentuk Resolusi Pemerintah Hindia Belanda Nomor 4 Tanggal 10 Nopember 1834.
Mempertimbangkan bahwa Hari Jadi Daerah merupakan awal perjalanan sejarah, agar diketahui semua lapisan masyarakat, guna memacu meningkatkan semangat pembangunan dan pengembangan daerah, maka Pemerintah Kabupaten Dati II Temanggung menugaskan kepada DPD II KNPI Kabupaten Temanggung untuk mengadakan pelacakan sejarah dan seminar tentang Hari Jadi Kabupaten Temanggung. Dari hasil seminar tanggal 21 Oktober 1985, yang diikuti oleh Sejarawan, Budayawan dan Tokoh Masyarakat, ABRI, Rokhaniwan, Dinas/Instansi/Lembaga Masyarakat dan lain-lainnya, maka ditetapkan bahwa tanggal 10 Nopember 1834 sebagai Hari Jadi Kabupaten Temanggung.
Arti Logo
I. BAGIAN-BAGIAN LAMBANG.Lambang Daerah Kabupaten Temanggung,terbagi atas 3 bagian :
- Bentuk Lambang.
- Isi Lambang.
- Tulisan Lambang
- Bentuk Lambang adalah segi lima berbentuk perisai yang sesuai sudutnya terletak dipuncak dengan garis tepi berwarna kuning emas, didalamnya berisikan segi lima berwarna putih dan lukisan-lukisan.
- Isi lambang terdiri atas lukisan-lukisan sebagai berikut :
- sebuah bintang bersegi lima berwarna kuning
- dua buah gunung berwarna biru muda.
- dua nyala api masing-masing berlidah delapan buah
- setangkai buah padi berjumlah 17 butir.
- seutas rantai bermata 8 buah
- serangkai bunga kapas dan daun yang masing –masing berjumlah 4 kuntum dan 5 helai.
- sebuah bambu runcing beruas 5 berwarna kuning berdiri tegak lurus ditengah-tengah dua buah gunung.
- setangkai batang panili berdaun empat helai dan berjumlah dua untai.
- setangkai dahan kopi berdaun 4 helai dan berbuah 4 dompol.
- sebatang pohon tembakau berdaun 8 helai bermahkota dipuncaknya.
- Dibagian bawah Lambang terdapat tulisan "Swadaya Bhumi Phala" sebagian motto (semboyan), dengan huruf cetak warna putih diatas dasar warna biru muda.
- Bentuk perisai melambamgkan ketentuan dalam menangulangi segala kesulitan.
- Segi lima didalamnya melambangakan pancasila sebagai Dasar Negara dan falsafah bangsa Indonesia.
- Lukisan bintang bersegi lima melambangkan ke-agungan Tuhan, yang mengandung arti bahwa rakyat Kabupaten Temanggung bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Lukisan-lukisan dua buah gunung adalah Gunung-gunung Sumbing dan Sindoro.
- Lukisan nyala api melambangkan semangat pejuang Rakyat dalam mencapai cita-citanya, sedangkan jumlah delapan buah lidah api yang terlukis pada masing-masing sisi sebagai peringatan bahwa terciptanya Lambang ini pada waktu DPRD-GR Kabupaten Temanggung berusia satu windu (8 tahu).
- Lukisan-lukisan buah padi berjumlah 17 butir, rantai bermata 8 buah, kapas berbunga 4 kuntum dan berdaun 5 helai meningatkan saat Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
- Lukisan rantai melambangkan jiwa dan kepribadian Rakyat Kabupaten Temanggung yang penuh solidaritas dan persatuan yang tidak terpatahkan.
- Lukisan-lukisan padi, kapas melambangkan kemakmuran, sedangkan panili, kopi dan tembakau merupakan tanaman khas Daerah Kabupaten Temanggung melambangkan kesejahteraan Daerah.
- Lukisan sebuah bambu runcing melambangkan perjuangan Rakyat Daerah Kabupaten Temanggung pada waktu revolusi fisik, khususnya terkenal bambu runcing parakan.
- Bilangan-bilangan pada lukisan-lukisan lainya tidak mempunyai makna, melainkan hanya untuk membentuk keserasian dan keaslian seluruh lukisan.
- Tulisan Lambang berbunyi : "Swadaya Bhumi Phala" berasal dari bahasa Sansekerta mengandung arti :
- Swadaya terdiri atas duka kata Swa dan Daya.
Swa berarti sendiri dan Daya berarti : Kekuatan /Kemampuan / Usaha
- Bhumi berarti : Bumi tempat kita berpijak .
- Phala berarti : buah atau hasil
- Arti keseluruannya : "Dengan kekuatan sendiri (berdikari) mempertinggi hasil bumi"
- Swadaya terdiri atas duka kata Swa dan Daya.
- Tata warna yang dipakai didalam Lambang mengandung makna sebagai berikut :
- Hijau berarti Kemakmuran.
- Putih berarti Kesucian.
- Merah berarti Keberanian .
- Kuning berarti keagungan, keluhuran dan kekayaan.
- Kuning emas berarti Kemuliaan , kejayaan.
- Biru berarti Ketenagan .
- Hitam berarti Kemantapan, ketagasan, ketangguhan, kekekalah.
Nilai Budaya
CANDI PRINGAPUS
Obyek wisata lain di Kabupaten Temanggung yang menarik dikunjungi adalah Candi Pringapus. Sebagaimana candi-candi lainnya, Candi Pringapus tidak hanya menawarkan wisata arkeologi, tetapi juga wisata sejarah, wisata budaya dan wisata pendidikan.
Sesuai dengan namanya, candi ini terletak di Desa Pringsurat Kecamatan Ngadirejo sekitar 22 Km dari arah barat lauta Kota Temanggung. Umurnya sudah cukup tua, yang diperkirakan dibangun pada tahun 850 dan rampung dua tahun kemudian.
Arca-arcanya bercorak Hindu Siwaistis. Jika dicermati, bentuk bangunanya merupakan replika Mahameru yang menjadi lambang tempat tinggal para dewata. Hal ini bisa dibuktikan dari adanya hiasan antefiq dan relief hapsara-hapsari yang menggambarkan makhluk setengah dewa.
Candi Pringapus mengingatkan kita pada candi-candi yang ada di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Wonosobo dan Candi Gegongsongo di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang.
Bentuknya hamper sama, Kebetulan ketiga komplek candi ini berada di kawasan yang berdekatan, sehingga memiliki banyak kesamaan, baik dalam bentuk maupun kebudayaan masyarakat saat itu. Komplek Candi Gedongsongo di Sebelah Utara Candi Pringapus dan komplek Candi Dieng di sebelah baratnya.
KARAKTERISTIS CANDI
Sebagaimana candi-candi di Dieng dan Gedongsongo, seluruh bagian depan dinding Candi Pringapus dalam kondisi tertutup.Bagaimana yang terbuka hanya dinding sebelah barat, berfungsi sebagai pintu keluar masuk. Bentuknya menyerupai altar dan terlihat gagah. Di sisi kiri dan kanan pintu terdapat relief nan indah, menggambarkan sepasang dewa dari kahyangan.
Di bagian dalam, pengunjung bisa melihat nandi berukuran besar, yang menjadi sandaran Dewa Siwa. Tinggi Nandi melebihi tinggi pintu, sehingga diperkirakan dibuat erlebih dahulu sebelum proses pembangunan pintu.
Berbeda dengan Candi Gondosuli yang sudah tidak terlihat bentuknya Candi Pringapus relief masih utuh.
Karakteristiknya yang unik membuat banyak wisatawan asing datang ke sini, terutama dari Belanda, Belgia dan AS. Saat liburan, tempat ini ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah termasuk anak-anak sekolah.
Candi Pringapus pertama kali disebut Junghuhn dalam daftar reruntuhan candi-candi Jawa, yang didasarkan pada gambar Hoepermans. Setelah itu, gambar diperbarui oleh Brandes, Van Erp (1909) dan Knebel (1911).
Situ ini juga terkait dengan Candi Perot yang ada di dekatnya (sekitar 300 meter), yang runtuh akibat badai besar tahun 1907 (kini hanya terlihat pondasi saja). EMpat tahun sebelumnya, sejumlah arkeolog asing melakukan studi terhadap Candi Perot dan menyusun gambarnya.
MISTERI PERTANGGALAN CANDI
Kapan Candi Pringapus dibangun? Ada yang menyebutkan tahun 850, 852 bahkan ada juga yang memperkirakan tahun 900 atau sesudahnya. Menurut seorang arkeolog, Djulianto Susanto (Menentukan Pertanggalan Candi; 2003), sampai kini belum ada kesimpulan yang pasti mengenai kapan suatu candi mulai dibangun atau didirikan. Dari berbagai data arkeologi, tidak satu pun yang menyiratkan informasi suatu tarikh secara akurat.
Karena itu, ertanggalan yang diberikan para arkeolog selalu diimbuhi kata-kata “kemungkinan (besar” atau “ diperkirakan didirikan pada abad kesekian pada masa kerajaan anu”. Bukan “didirikan pada tahun sekian oleh raja anu”.
Arkeolog Belanda EB Vogler pernah melakukan penelitian terhadap hiasan kala makara diatas pintu candid an sejarah politik kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah. Hasilnya dipetakan menjadi lima periode pertanggalan yaitu :
a. Periode I, yaitu masa sebelum tahun 650. Ia memperkirakan, ketika itu sudah ada bangunan ang terbuat dari bahan-bahan yang mudah rusak dan lapuk sehingga tanda-tanda arsitekturalnya tidak tersisa lagi.
b. Periode II (650-760), yang terjadi pada masa pemerintahan Raja Sanjaya dari Kerajaan Mataram Hindu. Gaya bangunan dipengaruhi oleh arsitektur Pallawa yang berasal dari India Selatan. Bangunan-bangunan candi dari periode ini pun sudah rusak, dan tidak mudah teridentifikasi.
c. Periode III (760-812), pada masa Dinasti Syailendra. COntoh bangunannya adalah Candi Borobudur, Pawon, Mendut, Kalasan dan sari.
d. Periode IV (8120-928), Pengaruh asing terutama gaya Chandiman (India) mulai memperkaya unsure-unsur candi. Contohnya antara lain Prambanan, sariwanm Plaosan dan Ngawen.
e. Periode V, yang berlangsung tahun 928 hingga akhir masa Hindu-Jawa. Bangunannya merupakan perkembangan dari gaya-gaya sebelumnya. Bangunan dari periode ini mulai diperkaya dengan unsur-unsur kesenian Jawa Timur, terutama bentuk kala. Contoh bangunannya antara lain Candi Pringapus, Sembodro, Ratna dan Srikandi.
Obyek wisata lain di Kabupaten Temanggung yang menarik dikunjungi adalah Candi Pringapus. Sebagaimana candi-candi lainnya, Candi Pringapus tidak hanya menawarkan wisata arkeologi, tetapi juga wisata sejarah, wisata budaya dan wisata pendidikan.
Sesuai dengan namanya, candi ini terletak di Desa Pringsurat Kecamatan Ngadirejo sekitar 22 Km dari arah barat lauta Kota Temanggung. Umurnya sudah cukup tua, yang diperkirakan dibangun pada tahun 850 dan rampung dua tahun kemudian.
Arca-arcanya bercorak Hindu Siwaistis. Jika dicermati, bentuk bangunanya merupakan replika Mahameru yang menjadi lambang tempat tinggal para dewata. Hal ini bisa dibuktikan dari adanya hiasan antefiq dan relief hapsara-hapsari yang menggambarkan makhluk setengah dewa.
Candi Pringapus mengingatkan kita pada candi-candi yang ada di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Wonosobo dan Candi Gegongsongo di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang.
Bentuknya hamper sama, Kebetulan ketiga komplek candi ini berada di kawasan yang berdekatan, sehingga memiliki banyak kesamaan, baik dalam bentuk maupun kebudayaan masyarakat saat itu. Komplek Candi Gedongsongo di Sebelah Utara Candi Pringapus dan komplek Candi Dieng di sebelah baratnya.
KARAKTERISTIS CANDI
Sebagaimana candi-candi di Dieng dan Gedongsongo, seluruh bagian depan dinding Candi Pringapus dalam kondisi tertutup.Bagaimana yang terbuka hanya dinding sebelah barat, berfungsi sebagai pintu keluar masuk. Bentuknya menyerupai altar dan terlihat gagah. Di sisi kiri dan kanan pintu terdapat relief nan indah, menggambarkan sepasang dewa dari kahyangan.
Di bagian dalam, pengunjung bisa melihat nandi berukuran besar, yang menjadi sandaran Dewa Siwa. Tinggi Nandi melebihi tinggi pintu, sehingga diperkirakan dibuat erlebih dahulu sebelum proses pembangunan pintu.
Berbeda dengan Candi Gondosuli yang sudah tidak terlihat bentuknya Candi Pringapus relief masih utuh.
Karakteristiknya yang unik membuat banyak wisatawan asing datang ke sini, terutama dari Belanda, Belgia dan AS. Saat liburan, tempat ini ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah termasuk anak-anak sekolah.
Candi Pringapus pertama kali disebut Junghuhn dalam daftar reruntuhan candi-candi Jawa, yang didasarkan pada gambar Hoepermans. Setelah itu, gambar diperbarui oleh Brandes, Van Erp (1909) dan Knebel (1911).
Situ ini juga terkait dengan Candi Perot yang ada di dekatnya (sekitar 300 meter), yang runtuh akibat badai besar tahun 1907 (kini hanya terlihat pondasi saja). EMpat tahun sebelumnya, sejumlah arkeolog asing melakukan studi terhadap Candi Perot dan menyusun gambarnya.
MISTERI PERTANGGALAN CANDI
Kapan Candi Pringapus dibangun? Ada yang menyebutkan tahun 850, 852 bahkan ada juga yang memperkirakan tahun 900 atau sesudahnya. Menurut seorang arkeolog, Djulianto Susanto (Menentukan Pertanggalan Candi; 2003), sampai kini belum ada kesimpulan yang pasti mengenai kapan suatu candi mulai dibangun atau didirikan. Dari berbagai data arkeologi, tidak satu pun yang menyiratkan informasi suatu tarikh secara akurat.
Karena itu, ertanggalan yang diberikan para arkeolog selalu diimbuhi kata-kata “kemungkinan (besar” atau “ diperkirakan didirikan pada abad kesekian pada masa kerajaan anu”. Bukan “didirikan pada tahun sekian oleh raja anu”.
Arkeolog Belanda EB Vogler pernah melakukan penelitian terhadap hiasan kala makara diatas pintu candid an sejarah politik kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah. Hasilnya dipetakan menjadi lima periode pertanggalan yaitu :
a. Periode I, yaitu masa sebelum tahun 650. Ia memperkirakan, ketika itu sudah ada bangunan ang terbuat dari bahan-bahan yang mudah rusak dan lapuk sehingga tanda-tanda arsitekturalnya tidak tersisa lagi.
b. Periode II (650-760), yang terjadi pada masa pemerintahan Raja Sanjaya dari Kerajaan Mataram Hindu. Gaya bangunan dipengaruhi oleh arsitektur Pallawa yang berasal dari India Selatan. Bangunan-bangunan candi dari periode ini pun sudah rusak, dan tidak mudah teridentifikasi.
c. Periode III (760-812), pada masa Dinasti Syailendra. COntoh bangunannya adalah Candi Borobudur, Pawon, Mendut, Kalasan dan sari.
d. Periode IV (8120-928), Pengaruh asing terutama gaya Chandiman (India) mulai memperkaya unsure-unsur candi. Contohnya antara lain Prambanan, sariwanm Plaosan dan Ngawen.
e. Periode V, yang berlangsung tahun 928 hingga akhir masa Hindu-Jawa. Bangunannya merupakan perkembangan dari gaya-gaya sebelumnya. Bangunan dari periode ini mulai diperkaya dengan unsur-unsur kesenian Jawa Timur, terutama bentuk kala. Contoh bangunannya antara lain Candi Pringapus, Sembodro, Ratna dan Srikandi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar